Teluk Kiluan itu bukan hanya sekedar menjadi destinasi wisata. Ada sejarah panjang di dalamnya, termasuk bagaimana peran masyarakat yang bahu membahu mengubah stigma tentang kawasan Teluk Kiluan sebagai surga bagi para pelaku illegal fishing.
Perairan di dalam teluk kecil itu terasa tenang. Riak ombaknya yang pelan seperti berusaha mencapai tepian-tepian pantai yang teduh di antara rerimbunan pepohonan yang sejuk.
Teluk yang menjelma menjadi salah satu destinasi wisata dan pada akhirnya mampu menggerakkan perekonomian masyarakat setempat adalah hasil dari sebuah perjuangan panjang masyarakat Teluk Kiluan dan sekelompok pegiat ekowisata.
Mengenal Sejarah Teluk Kiluan
Terlepas dari berbagai folklore tentang keberadaan sebuah makam yang berada di Pulau Kiluan yang disebut-sebut sebagai makam Raden Arya. Teluk Kiluan pada awalnya adalah sebuah entitas kecil dalam bentuk sebuah pekon (setingkat desa) yang bernama Pekon Kiluan Negeri dan menjadi bagian dari Kabupaten Tanggamus yang dominasi masyarakatnya adalah nelayan pemancing.
Akan halnya perairan di sekitar teluk yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia pada tahun 2000-an menjadi ‘surga’ bagi para pelaku illegal fishing khususnya pengeboman ikan yang mirisnya justru dilakukan oleh nelayan asal Pulau Jawa.
Tak hanya itu saja, banyak para pelaku yang sengaja memburu lumba-lumba untuk dijadikan umpan ikan hiu. Kondisi kian kompleks manakala karakter lumba-lumba yang ada di sekitar teluk ini terbilang jinak membuat kawanan ini makin kian mudah diburu.
Minimnya pengetahuan warga Pekon Kiluan Negeri tentang ekses yang muncul akibat aktivitas pengeboman ikan terhadap keberlangsungan mata pencaharian mereka, membuat para pelaku pengeboman seolah leluasa mencari makan di teluk ini.
Belakangan bahkan sebagian warga pekon menjadi bagian langsung dari aksi illegal fishing ini karena dianggap jauh lebih instan dalam memperoleh hasil, ketimbang mencari ikan dengan cara konvensional; memancing.
Baru sekitar tahun 2003, seorang aktivis lingkungan asal Bandar Lampung, Riko Stefanus mendapati potensi lain dari Teluk Kiluan yang bukan hanya sekedar tempat mengebom ikan, karena ternyata di sekitar perairan teluk ini, dua habitat ikan lumba-lumba; lumba-lumba paruh panjang dan lumba-lumba hidung botol tumbuh dan berkembang biak di teluk ini.
Sejak itu, Riko Stefanus kemudian menggugah masyarakat sekitar akan pentingnya keberlangsungan habitat lumba-lumba yang bahkan disebut-sebut sebagai habitat terbesar di dunia untuk dua spesies lumba-lumba. Indikasi ini melihat banyaknya populasi lumba-lumba yang ada di sekitar perairan teluk.
Sempat ada pertentangan hingga gejolak di masyarakat tentang upaya Riko Stefanus ‘menyadarkan’ warga untuk mengubah dan berhenti mencari ikan melalui praktek-praktek illegal fishing.
Namun Riko Stefanus tak pernah berhenti. Keberadaan lumba-lumba itu pulalah yang secara alami membantunya untuk membangun kesadaran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk masyarakat.
Kearifan Lokal Masyarakat Pekon Kiluan Negeri terhadap Keberadaan Lumba-lumba
Masyarakat Pekon Kiluan Negeri yang terdiri dari suku Lampung, Jawa, Bali, Sunda hingga Sulawesi Selatan yang berprofesi sebagai nelayan pancing percaya jika kehadiran lumba-lumba manakala mereka tengah mencari ikan di laut sebagai pertanda akan memperoleh tangkapan ikan yang banyak adalah bentuk kearifan lokal yang sudah ada sejak turun temurun.
Namun kian minimnya jumlah populasi lumba-lumba di sekitar Teluk Kiluan akibat maraknya perburuan hingga terkena dampak pengeboman membuat kearifan lokal tersebut nyaris hilang.
Melalui kearifan lokal ini pula, Riko Stefanus berhasil membangun kesadaran sekaligus membangun keinginan masyarakat Pekon Kiluan Negeri untuk menjaga perairan Teluk Kiluan dari aksi illegal fishing.
Proses Rehabilitasi Perairan Teluk Kiluan
Sejak tahun 2004 pula, upaya rehabilitasi mulai digerakkan, mulai dengan membentuk kelompok masyarakat yang bertugas menjaga perairan dari aksi pengeboman ikan hingga perburuan lumba-lumba melalui kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) hingga melakukan rehabilitasi.
Rehabilitasi itu meliputi penanaman bibit mangrove di sekitar perairan teluk yang posisi daratannya kian tergerus oleh ombak hingga melakukan transplantasi terumbu karang yang kala itu dilakukan secara sederhana termasuk dengan modal yang seadanya.
Upaya ini dilakukan Riko bersama sejumlah pegiat lingkungan lain yang tergabung dalam Yayasan Ekowisata Teluk Kiluan bersama-sama dengan masyarakat sebagai dari rencana besar yang hendak dibangun di teluk ini yakni pengembangan pariwisata berbasis ekowisata yang sepenuhnya memberdayakan masyarakat Pekon Kiluan Negeri untuk men-substitusi kebiasaan masyarakat yang semula menjadi pelaku illegal fishing menjadi nelayan yang lebih ramah lingkungan.
Konsep Pengembangan Ekowisata
Sejak itu pula, masyarakat mulai diajak membuka wawasan baru melalui pengembangan pariwisata berbasis ekowisata yang lebih ramah lingkungan dengan modal utama keberadaan habitat lumba-lumba yang ada di teluk ini.
Perlahan melalui berbagai upaya serius yang dilakukan oleh Yayasan Ekowisata Teluk Kiluan, daerah ini mulai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah.
Kiluan Fishing Week
Mulai ramainya wisatawan hingga kayanya potensi perikanan yang ada di sekitar teluk ini, membuat Yayasan Ekowisata Teluk Kiluan sempat menggagas festival khusus yakni; Kiluan Fishing Week yang menjadi event tahunan bagi para mancing mania untuk berburu ikan di perairan teluk ini.
Namun karena minimnya daya dukung dari Pemerintah Provinsi Lampung maupun Pemerintah Kabupaten Tanggamus sebagai pemilik sah wilayah ini akhirnya event ini tak lagi dilanjutkan.
Daya Tarik Teluk Kiluan
Jika sebelumnya, daya tarik wisata yang ada di teluk ini lebih menjual keberadaan dua spesies lumba-lumba, maka mulai dikembangkan pula berbagai daya tarik lain yang secara tak sengaja ditemukan di kawasan teluk ini, seperti keberadaan batu candi, laguna alam hingga keberadaan Pulau Kiluan yang juga menjadi salah satu ikon dari teluk ini.
Selain itu, ada satu hal yang menarik dan unik di teluk ini, yakni tentang keberagaman masyarakatnya yang terdiri dari multi etnis dan mampu hidup berdampingan termasuk keberadaan sarana ibadahnya.
Dolphin Tour
Dolphin Tour adalah paket wisata utama bagi wisatawan yang berkunjung ke teluk ini yang sepenuhnya memberdayakan masyarakat setempat sebagai pemandu yang akan membawa pengunjung ke spot-spot yang menjadi populasi lumba-lumba.
Tour menikmati puluhan hingga ratusan ikan lumba-lumba yang berenang jinak dari atas perahu ketinting sekaligus menikmati keindahan Gunung Anak Krakatau yang jika di hari cerah akan bisa terlihat dengan jelas dari atas perahu.
Aktivitas dolphin tour hanya dilakukan pada waktu tertentu setiap harinya, yakni pada pagi hari sekitar pukul 06.00 pagi dan pukul 16.00 sore.
Biaya yang diberlakukan untuk menikmati berbagai atraksi lumba-lumba di tengah lautan ini adalah sebesar Rp. 250 ribu per perahu dengan kapasitas 4 – 5 orang penumpang.
Pulau Kiluan
Pulau Kiluan adalah pulau kecil yang berada di tengah-tengah teluk yang menjadi tempat paling indah di teluk ini untuk menikmati keindahan pantai hingga menjelajah potensi pulau yang menawan khususnya ketika sunset menjelang.
Pasir pantainya yang bersih, suasananya yang tenang hingga sejuknya udara dan hijaunya tanaman peneduh di sekitar pulau membuat Pulau Kiluan layaknya pulau pribadi.
Di pulau ini pulalah yang menjadi tempat bersemayamnya Raden Arya tokoh yang disebut-sebut menjadi legenda dibalik penamaan teluk ini, secara harfiah dalam bahasa Lampung Pesisir, Kiluan sendiri berarti permintaan.
Laguna Gayau
Masih di Pulau Kiluan, di balik bukit pulau ini terdapat sebuah laguna alami yang dikenal dengan nama Laguna Gayau yang membentuk kolam besar dan tidak terlalu dalam yang menjadi tempat para wisatawan berenang dan menikmati pemandangan ke arah laut lepas sambil sesekali ombak pantai yang menerpa batu-batu karang yang menjadi dinding laguna.
Batu Candi
Batu Candi ini terletak tak jauh dari Pulau Kiluan. Batuan karang yang muncul ke permukaan di tengah-tengah teluk ini membentuk seperti batuan candi sebagai akibat dari pengikisan ombak laut yang membuatnya terlihat eksotis.
Harmonisasi Budaya Masyarakat Pekon Kiluan Negeri
Tak hanya keindahan alamnya saja, di teluk ini pula terdapat sebuah keunikan yang hadir dari keragaman dan heterogenitas masyarakat Pekon Kiluan Negeri yang pada akhirnya membentuk harmonisasi budaya tersendiri yang terasa damai.
Di teluk ini, pengunjung bisa menikmati bagaimana masyarakat pekon hidup damai dan berdampingan termasuk keberadaan sarana peribadatannya, dimana pura-pura masyarakat Hindu dibangun berdampingan dengan masjid.
Lokasi Teluk Kiluan
Teluk ini berada di Pekon Kiluan Negeri, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus. Meski berada di wilayah Kabupaten Tanggamus, namun teluk ini lebih mudah diakses melalui sebagian wilayah Kabupaten Pesawaran yakni Kecamatan Padangcermin, Kecamatan Marga Punduh, Teluk Pandan dan Kecamatan Punduh Pidada.
Dari Bandar Lampung, Teluk Kiluan bisa menempuh waktu perjalanan sekitar 2 jam perjalanan. Beberapa ruas jalan untuk menuju kawasan wisata ini memang belum sepenuhnya memadai sehingga sedikit memakan waktu perjalanan.