Berawal dari keprihatinan terhadap merebaknya penyakit malaria yang menyerang warga di desanya akibat pembabatan hutan mangrove, Toni Yunizar berhasil merehabilitasi 113 hektar lahan mangrove untuk mengembalikan fungsi alami hutan mangrove sebagai kawasan sabuk hijau sekaligus habitat nyamuk termasuk menjadi sumber penghasilan bagi desa dan warga dari sektor pariwisata.
...
Perahu kecil itu membelah perlahan perairan pantai yang
tenang dan sejuk diapit rimbunnya hutan mangrove. Seorang pria bertelanjang
dada yang terus berjalan di belakang perahu itu terus memeriksa dengan teliti
benih-benih bakau yang mulai mengeluarkan kelopak-kelopak daun kecil.
Sesekali ia juga memungut beberapa sampah plastik yang
terbawa arus hingga ke sela-sela akar pepohonan mangrove.
Sosok itu, Toni Yunizar seperti tak pernah lelah untuk terus
menjaga kawasan konservasi hutan mangrove Petengoran tak hanya untuk lingkungan
tapi juga untuk keberlangsungan masyarakat.
Keberadaan hutan mangrove yang ada di Desa Gebang, Kecamatan
Padangcermin, Kabupaten Pesawaran ini pula yang menjadi upaya Toni Yunizar
untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan pantai dari kemungkinan abrasi, banjir
rob hingga serangan nyamuk malaria akibat pembabatan hutan mangrove untuk
pembangunan tambak.
Selain itu, berkat kegigihan Toni Yunizar pula, kini hutan
mangrove bisa memberikan penghasilan bagi puluhan warga desa termasuk menjadi
sumber kekuatan ekonomi baru bagi warga Desa Gebang, melalui kunjungan
wisatawan ke hutan mangrove yang luasnya mencapai 113 hektar ini.
Berkat kegigihan Toni Yunizar pula, hutan mangrove
Petengoran kini menjadi salah satu badan usaha resmi milik desa (BUMDes) yang
diatur secara khusus dalam peraturan desa yang telah ditetapkan sejak tahun
2016 sebagai salah satu sumber penghasilan utama desa dari sektor pariwisata.
Kini, tebalnya tingkat tutupan hutan mangrove disepanjang
garis pantai kawasan pesisir Padangcermin tak hanya mampu menekan serangan
nyamuk tapi juga menjadi kawasan wisata favorit di kalangan wisatawan tak hanya
domestik tapi juga wisatawan asing yang mengagumi keindahan hutan bakau ini
yang sepenuhnya dikelola oleh warga yang sepenuhnya untuk kesejahteraan warga.
Selain itu, Desa Gebang yang semula menjadi daerah endemis
malaria perlahan mulai hilang karena keberadaan hutan mangrove yang menjadi
habitat nyamuk malaria. Tak hanya itu saja, ekosistem kawasan sabuk hijau di
pesisir Kecamatan Padangcermin kini juga lebih terjaga dari kemungkinan abrasi,
banjir rob hingga kualitas lingkungan yang lebih sehat.
Baca Juga: Hutan Mangrove Petengoran, Kabar Baik dari Lampung
Kisah Toni Yunizar Merehabilitasi Kawasan Pesisir Desa Gebang
Apa yang telah dilakukan oleh Toni Yunizar ini bukanlah hal
yang mudah dan tidak dilakukan dalam waktu yang singkat. Ia membutuhkan waktu
setidaknya delapan tahun untuk bisa membangun kawasan hutan mangrove Petengoran
untuk bisa seperti saat ini.
Tak jarang ia menerima cemoohan hingga sikap skeptis
masyarakat yang melihat upaya Toni Yunizar saat memulai melakukan peremajaan
tanaman bakau yang ada di desanya yang upayanya sempat dianggap sia-sia belaka.
Ia bahkan harus menghadapi berbagai kelompok masyarakat lain
yang cenderung hendak mengeksploitasi hutan bakau untuk dijadikan sebagai
tambak udang.
Namun itu semua ia lakukan dengan ikhlas, bahkan Toni
Yunizar yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini rela sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk melakukan rehabilitasi kawasan hutan bakau di Desa
Gebang yang sempat gundul akibat aktivitas pembukaan tambak-tambak udang di
sekitar desanya.
“Waktu itu saya tergerak untuk merehabilitasi hutan bakau
ini, karena desa ini pada tahun 2008 sempat menjadi daerah endemis malaria.
Ketika itu, hampir seluruh warga desa terjangkit penyakit malaria. Ini semua
akibat aktivitas pembukaan tambak-tambak udang yang membabat habis kawasan
hutan bakau yang membuat habitat nyamuk malaria hilang hingga akhirnya
nyamuk-nyamuk itu beralih ke kawasan permukiman warga,” tutur Toni.
Kala itu, tahun 2008, hampir seluruh wilayah di Kecamatan Padangcermin
menjadi daerah endemis penyakit malaria bahkan pada beberapa kasus banyak
penderitanya mengarah pada gejala yang lebih kronis yakni; Malaria Tropika yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles.
Hal ini dipicu sedemikian masifnya pembukaan areal
tambak-tambak udang baru di kawasan pesisir Padangcermin yang membabat habis
kawasan hutan mangrove yang selama ini menjadi habitat alami nyamuk-nyamuk yang
menjadi kurir berbagai jenis penyakit termasuk malaria.
Kawasan hutan mangrove di sepanjang Teluk Lampung yang
selama ini menjadi sabuk hijau alami yang sudah ada sejak lama pada akhirnya
kian gundul termasuk dengan fungsi-fungsi yang melingkupinya.
Seperti diketahui, keberadaan hutan mangrove tak hanya
berfungsi sebagai habitat spesies nyamuk dan hewan laut lainnya, hutan mangrove
sangat efektif menjadi hutan penahan gelombang laut, abrasi hingga berfungsi
sebagai filter alami bagi air laut, penyerap gas karbon hingga sebagai
penghasil oksigen bagi kawasan pesisir.
“Waktu itu, banyak lahan hutan mangrove yang dibuka untuk
kepentingan pembukaan tambak udang baru yang pada akhirnya fungsi hutan
mangrove sebagai kelambu alami bagi berbagai spesies nyamuk termasuk Anopheles
menjadi hilang dan kemudian bermigrasi ke permukiman hingga terjadi ledakan
kasus penyakit malaria,” terang Toni.
Sejak itu pula, Toni Yunizar merasa perlu untuk
merehabilitasi kawasan hutan bakau ini untuk mengembalikan fungsi hutan
sesungguhnya untuk kelangsungan masyarakat dan lingkungan.
“Ini kampung saya, tempat saya lahir dan besar. Saya tidak
ingin saudara-saudara saya terus menderita hanya karena untuk kepentingan
keuntungan bagi segelintir orang. Harus ada yang memulainya, jikapun harus saya
yang memulainya itu semua karena memang sudah takdir,” tegas Toni.
Sejak itu, ia mulai mengidentifikasi tingkat kerusakan hutan
mangrove termasuk mencari referensi tentang proses rehabilitasi kembali hutan
mangrove dan dampak maupun manfaat ikutan yang mungkin diperoleh dari
peremajaan kembali kawasan hutan mangrove itu.
Toni memandang penting, dampak dan manfaat dari keberadaan
hutan mangrove selain untuk mengembalikan ekosistem dan fungsi habitasi
berbagai spesies nyamuk, harus ada manfaat lain dari keberadaan hutan mangrove
ini, terlebih sebagian besar warga di Padangcermin berprofesi sebagai nelayan
dengan tingkat perekonomian yang terbilang dibawah standar.
Sehingga proses peremajaan hutan mangrove akan lebih berhasil
dan berkelanjutan jika memiliki manfaat bagi masyarakat dari sisi ekonomis.
“Waktu itu tujuan utamanya memang untuk mengembalikan
ekosistem melalui rehabilitasi, sambil melihat peluang secara ekonomi dari
keberadaan hutan mangrove ini untuk masyarakat, agar warga juga bisa
diberdayakan untuk menjaga dan merawat hutan mangrove ini secara
berkelanjutan”.
Memulai dari Awal
Hampir setiap hari sejak tahun 2011, Toni Yunizar berkutat
di kawasan hutan bakau yang sudah porak-poranda akibat penggundulan, ia telaten
menanam berbagai jenis tanaman bakau sambil terus memantau perkembangannya.
Karakter tanaman bakau yang mudah dibudidayakan di kawasan
pesisir pantai membuat kawasan hutan bakau mulai mengalami perubahan.
Terkadang, Toni bahkan harus rela mencurahkan waktunya seharian untuk menanam
berbagai spesies tanaman bakau khususnya jenis Tengar (Cerriops Zippeliana)
yang menjadi dasar penamaaan kawasan hutan mangrove ini.
Nama Petengoran memang diambil dari salah satu spesies
tanaman bakau yang lazim dikenal dengan Tengar, dan kemudian mengalami
pergeseran penyebutan oleh penduduk setempat menjadi tengor hingga kemudian
tempat ini lebih dikenal dengan nama Petengoran.
Ditetapkan sebagai Kawasan Dilindungi
Upaya Toni Yunizar ini mulai terlihat membuahkan hasil tiga
tahun setelah atau tahun 2014. Ketika itu tingkat tutupan hutan sudah mulai
terlihat, kawasan pesisir yang semula gersang dan tandus serta menjadi sarang
nyamuk mulai hijau.
Melihat kegigihan Toni, banyak warga yang bersimpati dan
membantunya melakukan rehabilitasi hutan bakau sampai akhirnya kawasan hutan
mangrove yang berhasil direboisasi mencapai 113 hektar.
Dan, pada tahun 2016, pemerintah Desa Gebang menetapkan
kawasan hutan mangrove Petengoran sebagai kawasan yang dilindungi yang
dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 Tahun 2016.
Kian kembalinya fungsi hutan itu, membuat Toni mencari cara
agar tanaman-tanaman mangrove tak hanya berfungsi pada kelangsungan ekosistem
tapi juga bisa memberi penghasilan.
Melalui berbagai referensi, Toni mencoba mengolah buah dan
daun tanaman bakau menjadi sirup, kopi hingga dodol, namun tidak bisa
dilanjutkan karena proses pengolahannya harus menggunakan pengawet hingga
berbahaya jika dijadikan makanan konsumsi.
Kawasan Pariwisata Hutan Mangrove
Sampai akhirnya, Toni bersama warga menjadikan hutan
mangrove Petengoran sebagai kawasan wisata dengan membangun jalur-jalur trekking
diantara rimbunnya hutan yang tak hanya difungsikan sebagai jalur pelestarian
tapi juga untuk wisatawan menikmati keindahan suasana hutan mangrove.
Selain itu, Toni bersama warga lainnya juga membangun
pondok-pondok kuliner yang semuanya dikelola sepenuhnya oleh warga Desa Gebang
khususnya kaum perempuan desa setempat agar bisa membantu perekonomian warga
desa yang sebagian besar berpenghasilan sebagai nelayan.
Kini, hampir setiap pekan hutan mangrove Petengoran
dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah bahkan wisatawan asing. Mereka
begitu menikmati keindahan hutan mangrove yang tertata dengan apik ini.
Disisi lain, warga Desa Gebang juga bisa menikmati hasil
dari keberadaan hutan mangrove ini dengan menjadi pedagang berbagai jenis
penganan khas, menjadi penjaga hutan mangrove serta menjadi guide bagi
wisatawan.
Apa yang dilakukan Toni Yunizar kini membuahkan hasil. Ia
tak hanya menjadi teladan tapi mampu memberikan arti dari kebajikan itu
sendiri, bagi masyarakat maupun bagi lingkungan. Banyak warga desa yang amat
terbantu perekonomiannya disisi lain lingkungan tetap terjaga untuk diwariskan
kepada generasi selanjutnya.
“Kebajikan itu untuk semua makhluk Allah. Sebagai makhluk
sosial, manusia dibekali akal dan pikiran tak hanya untuk memenuhi kebutuhan
diri sendiri tapi juga wajib membantu sesama maupun makhluk Allah lainnya
sesuai dengan kemampuannya. Saya bersyukur, apa yang telah saya lakukan bisa
memberi manfaat untuk saudara-saudara saya maupun makhluk Allah lainnya”.
Note: Tulisan ini dikutip ulang dengan judul dan isi yang sama dengan tulisan yang sama dengan yang ada di Kompasiana