Teluk kecil itu bernama Teluk Kiluan. Dulu, ia menjadi surga bagi para pelaku illegal fishing. Ribuan lumba-lumba diburu untuk dijadikan umpan hiu, sampai kemudian sejumlah aktivis lingkungan berjuang bersama warga Desa Kiluan Negeri bahu-membahu ‘melawan’ para pemburu lumba-lumba dan mengubah Desa Kiluan Negeri menjadi sebuah tempat yang eksotis dan ramah untuk semua, dan tentu saja untuk habitat lumba-lumba itu, sampai kini dan selamanya...
Buat saya, Teluk Kiluan adalah tempat yang amat damai. Saya begitu menikmati tiap detailnya. Alamnya yang indah, warganya yang ramah dan tentu saja lumba-lumba itu. Mereka saling melengkapi, seperti ibu yang penuh kasih.
Padahal, lebih dari dua dekade lalu, Teluk Kiluan menjadi tempat bagi mereka yang serakah dan menjajah.
Puluhan hingga ratusan ekor ikan lumba-lumba mati sia-sia, hanya untuk dijadikan umpan ikan hiu. Para pelaku illegal fishing ini dengan mudahnya memanfaatkan betapa jinaknya kawanan ikan lumba-lumba terhadap perahu maupun kapal nelayan yang melintas.
Ikan lumba-lumba itu dibelah menjadi dua, daging dan darah yang masih segar itu dijadikan para pelaku ilegal fishing untuk memancing ikan hiu yang memiliki indra penciuman yang tajam.
Mereka mengincar sirip dan daging ikan hiu yang berharga mahal di pasaran. Dulu, untuk satu kilo sirip ikan hiu bisa laku dijual hingga Rp1,5 juta perkilonya.
Upaya perburuan lumba-lumba itu kian kompleks manakala para pelaku illegal fishing lainnya juga melakukan aksi pengeboman ikan di sekitar kawasan Teluk Kiluan yang kaya akan beragam jenis ikan konsumsi bernilai mahal.
Bom-bom rakitan berdaya ledak tinggi kerap kali digunakan oleh para pelaku hanya untuk memperoleh tangkapan ikan yang banyak, tanpa memikirkan dampaknya dalam jangka panjang.
Padahal, bagi masyarakat Desa Kiluan Negeri yang berprofesi sebagai nelayan pancing, keberadaan lumba-lumba menjadi bagian dari kearifan lokal yang terus mereka yakini sampai saat ini. Bahwa, siapapun yang melaut dan menjumpai lumba-lumba maka itu adalah pertanda mereka akan memperoleh hasil pancing yang banyak atau mereka biasa menyebutnya dengan istilah along.
Upaya Perlawanan terhadap Pelaku Illegal Fishing lewat Ide Ekowisata
Sebenarnya, warga pernah melakukan upaya perlawanan terhadap aksi nelayan luar daerah itu. Namun, para pelaku ini bertindak terlalu berani, mereka bahkan tak segan-segan menganiaya warga yang mencoba menghalau aksi mereka, sampai kemudian warga benar-benar dibuat pasrah dan tidak berdaya. Parahnya lagi, beberapa warga kemudian justru menjadi bagian dari aksi illegal fishing itu karena tergiur dengan hasil yang besar dengan cara yang instan tanpa memikirkan kelangsungan ekosistemnya.
Sampai kemudian di tahun 2003, beberapa aktivis lingkungan menyadari potensi Teluk Kiluan setelah mengetahui jika di kawasan teluk kecil ini ternyata menjadi habitat besar dua spesies lumba-lumba jenis paruh panjang dan hidung botol.
Adalah Riko Stefanus dan beberapa temannya yang melihat potensi itu. Masalah mulai datang mana kala mereka harus berhadapan dengan para pelaku ilegal fishing.
Tak kurang akal, Riko dan teman-temannya dengan dukungan warga Desa Kiluan Negeri kemudian menggagas ide kreatif dengan menjadikan Teluk Kiluan sebagai kawasan ekowisata.
Bahu-membahu dengan dibantu warga, mereka bekerja tanpa kenal lelah, mulai dari menginventarisir keunggulan Teluk Kiluan maupun Desa Kiluan Negeri dalam hal potensinya, seperti; keberadaan habitat dua jenis lumba-lumba; paruh panjang (Stenella longirostris) dan hidung botol (Tursiops truncatus) serta penyu hijau (Chelonia mydas).
Selain itu, ada pula; Laguna Gayau sebuah danau air asin berukuran kecil di tepian pantai Pulau Kiluan, bantu candi dan berbagai potensi lain yang dimiliki termasuk keindahan bawah laut di perairan Teluk Kiluan.
Tak hanya itu saja, di Desa Kiluan Negeri juga terjalin sebuah keharmonisan yang unik dan terjaga sejak lama antar warga meski masing-masing memiliki latar suku dan keyakinan yang berbeda. Disini, ada ada beragam suku, mulai dari Lampung, Bugis, Jawa, Sunda dan Bali, mereka hidup dengan amat harmonis bahkan tempat ibadahnya dibangun berdampingan satu sama lainnya.
Selain menginventarisir potensi Desa Kiluan Negeri secara keseluruhan, mereka juga terus membangun kesadaran warga untuk menjaga lingkungan khususnya Teluk Kiluan dengan menerapkan praktek-praktek penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan, meski sempat mendapat reaksi dari sebagian warga namun tak membuat nyala kreativitas milenial ini meredup justru sebaliknya.
Teluk Kiluan Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi dan Daerah Perlindungan Laut
Sampai kemudian, pemerintah menetapkan Teluk Kiluan sebagai kawasan konservasi dan daerah perlindungan laut yang secara otomatis melarang berbagai aktivitas praktek penangkapan ikan yang merusak lingkungan.
Penetapan kawasan konservasi ini, menjadi angin segar bagi warga untuk semakin mengembangkan konsep kawasan ekowisata di Desa Kiluan Negeri. Di saat banyak pelaku pemburu lumba-lumba dan pengeboman ikan ditindak, warga pun bersemangat mengembangkan Teluk Kiluan dengan membangun fasilitas penunjang seperti homestay hingga membentuk kelompok pengawas yang bertugas menjaga Teluk Kiluan dari aksi illegal fishing.
Riko Stefanus salah satu konseptor pengembangan ekowisata menilai, Teluk Kiluan lebih tepat dijadikan sebagai kawasan ekowisata, terlebih jika melihat sejarah dari Teluk Kiluan itu sendiri.
“Ekowisata jadi pilihan paling tepat untuk pengembangan Teluk Kiluan untuk menjaga ekosistem tetap berkelanjutan melalui fungsi-fungsi konservasi dari semua pihak mulai dari masyarakat hingga wisatawannya. Jadi, semua pihak punya tanggung jawab untuk menjaga Teluk Kiluan ini untuk hari esok dan yang akan datang,” terang Riko.
Perlahan tapi pasti, wisatawan mulai melirik Teluk Kiluan, mereka antusias dengan keindahan Teluk Kiluan. Selain itu, mereka juga tertarik dengan model pengelolaan ekowisata di Teluk Kiluan, dimana wisatawan tak hanya sekedar berkunjung menikmati keindahan Teluk Kiluan saja, tapi juga ikut menjaga keberlangsungan lingkungan, seperti merehabilitasi terumbu karang, menanam mangrove hingga menyelami harmonisasi yang berlangsung di masyarakat Desa Kiluan Negeri secara langsung.
Bagi warga Desa Kiluan Negeri, pengembangan ekowisata di Teluk Kiluan juga menjadi masa depan baru buat mereka, karena kehadiran wisatawan mampu meningkatkan perekonomian mereka baik dari homestay, penyewaan perahu hingga menjadi tour guide.
Buat lingkungan, ekosistem Teluk Kiluan juga semakin terjaga dengan baik, karena secara tak langsung masyarakat Desa Kiluan Negeri memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar Teluk Kiluan tetap lestari.
Baca Juga: Teluk Kiluan itu Bukan Hanya Sekedar Tempat Wisata
Kiluan Fishing Week
Ide kreatif lain yang digagas warga Desa Kiluan Negeri seiring dengan semakin tingginya angka kunjungan wisatawan adalah dengan menggelar event tahunan berupa lomba memancing yang menarik minat banyak komunitas memancing bahkan hingga ke mancanegara.
Seperti diketahui, Teluk Kiluan menjadi habitat bagi ikan-ikan seperti Blue Marlin, Lemadang, Simba dan Kerapu, hal ini dipicu dengan semakin baiknya ekosistem bawah laut Teluk Kiluan.
Event ini bahkan menjadi agenda yang paling ditunggu oleh banyak wisatawan maupun komunitas pemancing dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara untuk merasakan sensasi ganasnya tarikan ikan-ikan di Teluk Kiluan.
Dihantam Badai Pandemi Covid
Saat warga sudah mulai merasakan manfaat keberlangsungan lingkungan melalui pengembangan ekowisata yang lebih ramah lingkungan di Teluk Kiluan, seketika badai pandemi Covid-19 datang dan membawa begitu banyak dampak terhadap pariwisata termasuk ekowisata di Teluk Kiluan.
Banyak warga Desa Kiluan Negeri yang merasakan dampaknya, rumah-rumah homestay yang dulu ramai, lalu lalang perahu katir membawa wisatawan menikmati jinaknya kawanan lumba-lumba seketika disergap oleh sepi.
Warga Desa Kiluan Negeri yang amat bergantung pada kunjungan wisatawan pun ikut terkena dampaknya secara langsung.
Bangkitnya Optimis Warga Desa Kiluan Negeri Pasca Pandemi
Namun, selama dua tahun dilanda ketidakpastian akan keberlangsungan ekowisata Teluk Kiluan akibat Covid-19, tak lantas membuat warga Desa Kiluan Negeri hilang gairah. Bahkan selama pandemi, mereka tak berdiam diri. Masyarakat tetap konsisten menjaga ekosistem Teluk Kiluan sebagai bagian dari masa depan mereka.
Sampai kemudian kasus Covid-19 mulai melandai, optimisme warga pun perlahan mulai bangkit kembali, terlebih ketika kunjungan wisatawan dan tingkat hunian homestay mulai kembali bergairah.
Wacana untuk kembali menghelat Kiluan Fishing Week pun menguat, untuk kembali menggaungkan keindahan Teluk Kiluan sebagai salah satu wisata unggulan di Lampung ke seluruh dunia.
Demikian halnya upaya lain seperti keikutsertaan Desa Kiluan Negeri sebagai salah satu desa wisata unggulan di Indonesia dengan berbagai pesona daya tariknya yang tak dimiliki oleh daerah lain, adalah upaya untuk membantu memulihkan kembali perekonomian masyarakat Desa Kiluan Negeri agar lebih baik lagi.
Pada akhirnya, ekowisata Teluk Kiluan bukan hanya sekedar tempat wisata biasa. Ia luar biasa, ada begitu banyak perjuangan panjang tanpa kenal lelah dari masyarakat Desa Kiluan Negeri untuk membuatnya seperti saat ini.
Daerah yang dulunya menjadi jajahan para pelaku illegal fishing, kini menjadi sebuah tempat yang ramah untuk semua makhluk hidup, dengan terus mengedepankan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaannya. (Meza Swastika)